ISLAMPOS-Merayakan maulid Nabi Muhammad
Sallallahu alaihi wa sallam adalah amalan yang utama karena merupakan ungkapan
suka cita dengan kelahiran nabi pembawa rahmat itu, dan juga merupakan ungkapan
cinta kepada beliau.
Cinta
kepada Nabi adalah salah satu pokok keimanan. Sabda Rasulullah: “Tidak disebut
beriman salah satu di antara kalian sehingga aku lebih dicintai olehnya
daripada orang tuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari)
Diriwayatkan
dari Buraidah al-Aslami, beliau berkata : Rasulullah Saw. pernah pergi dalam
salah satu peperangan, ketika beliau kembali, ada seorang wanita berkulit hitam
yang menyambut kedatangan beliau itu sambil mengatakan, “Ya Rasulullah, sungguh
aku telah bernadzar, jika Allah mengembalikan engkau dengan selamat, aku akan
menabuh rebana sambil bernyanyi di hadapanmu. Maka jawab beliau, “Kalau benar
kamu telah bernadzar, maka tabuhlah, tetapi kalau tidak bernadzar, jangan kamu
tabuh”.
Jika
menabuh rebana sebagai ungkapan suka cita setelah kedatangan Nabi dari medan
perang adalah hal yang disyariatkan, karena disetujui oleh beliau dan wajib
melakukannya jika berupa nadzar, maka mengungkapkan suka cita atas kedatangan
(kelahiran) beliau di dunia ini adalah hal yang lebih utama.
Jika Allah
meringankan siksa Abu Lahab di neraka pada setiap hari Senin karena dulu
mengungkapkan suka cita atas kelahiran Nabi Muhammad dengan memerdekakan budak
perempuannya yang bernama Tsuwaybah, maka kira-kira apa yang akan dianugerahkan
oleh Allah kepada kaum mukminin yang merayakan maulid Nabi?
Para ulama
salafussalih sejak abad ke-4 dan ke-5 telah merayakan maulid nabi dengan
macam-macam ibadah, seperti menyedekahkan makanan, membaca al-Quran, dzikir dan
menyanyikan pujian-pujian kepada baginda Nabi. Hal itu telah dijelaskan oleh
banyak ulama, seperti Ibnu Jauzi, Ibnu Katsir, Ibnu Dihyah al-Andalusi, Ibnu
Hajar dan Jalaluddin al-Suyuthi.
Para ulama
juga banyak yang menulis tentang keutamaan perayaan maulid Nabi dengan
dalil-dalil yang shahih, seperti Ibnu al-Hajj dalam “al-Madkhal”nya dan Imam
Jalaluddin al-Suyuthi dalam risalahnya yang berjudul “Husnul maqsid fi amal
al-maulid.” [Sumber: Darul Ifta Masriyah, MAJLIS FATWA MESIR]
nice post gan :D
BalasHapus